7 orang terpintar asal indonesia
1. March Boedihardjo – Mahasiswa Termuda Keturunan Indonesia
Bocah Indonesia, March Boedihardjo, mencatatkan diri sebagai mahasiswa termuda di Universitas Baptist Hong Kong (HKBU).
March
akan memiliki gelar sarjana sains ilmu matematika sekaligus master
filosofi matematika. Karena keistimewaannya itu, perguruan tinggi
tersebut menyusun kurikulum khusus untuknya dengan jangka waktu
penyelesaian lima tahun(dari 2007). Ketika ditanya tentang cara
beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang baru, March mengaku tidak
pernah cemas berhadapan dengan teman sekelas yang lebih tua darinya.
”Ketika saya di Oxford, semua rekan sekelas saya berusia di atas 18
Tahun dan kami kerap mendiskusikan tugas-tugas matematika,’’ kisahnya.
March
memang menempuh pendidikan menengah di Inggris. Hebatnya, dia masuk
dalam kelas akselerasi, sehingga hanya perlu waktu dua Tahun menjalani
pendidikan setingkat SMA itu. Hasilnya, dia mendapat dua nilai A untuk
pelajaran matematika dan B untuk statistik. Dia juga berhasil menembus
Advanced Extension Awards (AEA), ujian yang hanya bisa diikuti sepuluh
persen pelajar yang menempati peringkat teratas A-level. Dia lulus
dengan predikat memuaskan. Dalam sejarah AEA, hanya seperempat peserta
AEA yang bisa mendapat status tersebut.
2. Prof Nelson Tansu, PhD – Pakar Teknologi Nano
Pria
kelahiran 20 Oktober 1977 ini adalah seorang jenius. Ia adalah pakar
teknologi nano. Fokusnya adalah bidang eksperimen mengenai semikonduktor
berstruktur nano.
Teknologi nano adalah kunci bagi perkembangan sains dan rekayasa masa depan. Inovasi-inovasi teknologi Amerika, yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari seluruh orang di dunia, bertopang pada anak anak muda brilian semacam Nelson. Nelson, misalnya, mampu memberdayakan Sinar Laser dengan listrik superhemat. Sementara Sinar Laser biasanya perlu listrik 100 watt, di tangannya cuma perlu 1,5 watt.
Teknologi nano adalah kunci bagi perkembangan sains dan rekayasa masa depan. Inovasi-inovasi teknologi Amerika, yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari seluruh orang di dunia, bertopang pada anak anak muda brilian semacam Nelson. Nelson, misalnya, mampu memberdayakan Sinar Laser dengan listrik superhemat. Sementara Sinar Laser biasanya perlu listrik 100 watt, di tangannya cuma perlu 1,5 watt.
Penemuan-penemuannya
bisa membuat lebih murah banyak hal. Tak mengherankan bila pada Mei
lalu, di usia yang belum 32 tahun, Nelson diangkat sebagai profesor di
Universitas Lehigh. Itu setelah ia memecahkan rekor menjadi asisten
profesor termuda sepanjang sejarah pantai timur di Amerika. Ia menjadi
asisten profesor pada usia 25 tahun, sementara sebelumnya, Linus
Pauling, penerima Nobel Kimia pada 1954, menjadi asisten profesor pada
usia 26 tahun. Mudah bagi anak muda semacam Nelson ini bila ingin
menjadi warga negara Amerika.
Amerika
pasti menyambutnya dengan tangan terbuka. “Apakah tragedi orang tuanya
membikin Nelson benci terhadap Indonesia dan membuatnya ingin beralih
kewarganegaraan?” “Tidak. Hati Saya tetap melekat dengan Indonesia,”
katanya kepada Tempo. Nelson bercerita, sampai kini ia getol merekrut
mahasiswa Indonesia untuk melanjutkan riset S-2 dan S-3 di Lehigh. Ia
masih memiliki ambisi untuk balik ke Indonesia dan menjadikan
universitas di Indonesia sebagai universitas papan atas di Asia.
Jawaban Nelson mengharukan. Nelson adalah aset kita.
3. Muhammad Arief Budiman : Merah – Putih di St.LOUIS
Di
sebuah ruang kerja di kompleks Orion Genomic, salah satu perusahaan
riset bioteknologi terkemuka di negeri itu, seorang lelaki Jawa berwajah
“dagadu”—sebab senyum tak pernah lepas dari bibirnya—kerap terlihat
sedang salat.
anak
pekerja pabrik tekstil GKBI itu sekarang menjadi motor riset utama di
Orion. Jabatannya: Kepala Library Technologies Group. Menurut
BusinessWeek, ia merupakan satu dari enam eksekutif kunci perusahaan
genetika itu.
Genetika
adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari gen, pembawa sifat pada
makhluk hidup. Peran ilmu ini bakal makin sentral di masa depan: dalam
peperangan melawan penyakit, rehabilitasi lingkungan, hingga menjawab
kebutu*an pangan dunia.
Arief
tak hanya terpandang di perusahaannya. Namanya juga moncer di antara
sejawatnya di negara yang menjadi pusat pengembangan ilmu tersebut:
menjadi anggota American Society for Plant Biologists dan—ini lebih
bergengsi baginya karena ia ahli genetika tanaman—American Association
for Cancer Research.
Asosiasi
peneliti kanker bukan perkumpulan ilmuwan biasa. Dokter bertitel PhD
pun belum tentu bisa “membeli” kartu anggota asosiasi ini. Agar
seseorang bisa menjadi anggota asosiasi ini, ia harus aktif meneliti
penyakit kanker pada manusia. Ia juga harus membawa surat rekomendasi
dari profesor yang lebih dulu aktif dalam riset itu serta tahu persis
riset dankontribusi orang itu di bidang kanker. Arief mendapatkan kartu
itu karena, “Meskipun latar belakang saya adalah peneliti genome
tanaman, saya banyak melakukan riset genetika mengenai kanker manusia,”
ujarnya.
4. Prof Dr. Khoirul Anwar : Terinspirasi Kisah Fir’aun
Dia kini menjadi ilmuwan top di Jepang.
Wong
ndeso asal Dusun Jabon, Desa Juwet, Kecamatan Kunjang, Kabupaten
Kediri, Jawa Timur, itu memegang dua paten penting di bidang
telekomunikasi. Dunia mengaguminya.
Para ilmuwan dunia berkhidmat ketika pada paten pertamanya Khoirul, bersama koleganya, merombak pakem soal efisiensi alat komunikasi seperti telepon seluler.
Para ilmuwan dunia berkhidmat ketika pada paten pertamanya Khoirul, bersama koleganya, merombak pakem soal efisiensi alat komunikasi seperti telepon seluler.
Prof
Dr. Khoirul Anwar adalah pemilik paten sistem telekomunikasi 4G
berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah
seorang Warga Negara Indonesia yang kini bekerja di Nara Institute of
Science and Technology, Jepang.Dunia memujinya. Khoirul juga mendapat
penghargaan bidang Kontribusi Keilmuan Luar Negeri oleh Konsulat
Jenderal RI Osaka pada 2007.
Pada
paten kedua, lagi-lagi Khoirul menawarkan sesuatu yang tak lazim.
Untuk mencapai kecepatan yang lebih tinggi, dia menghilangkan sama
sekali guard interval (GI). “Itu mustahil dilakukan,” begitu kata
teman-teman penelitinya. Tanpa interval atau jarak, frekuensi akan
bertabrakan tak keruan. Persis seperti di kelas saat semua orang bicara
kencang secara bersamaan.
Dua
penelitian istimewa itu mungkin tak lahir bila dulu Khoirul kecil tak
terobsesi pada bangkai burung, balsam yang menusuk hidung, serta mumi
Firaun. Bocah kecil itu begitu terinspirasi oleh kisah Firaun, yang
badannya tetap utuh sampai sekarang. Dia pun ingin meniru melakukan
teknologi “balsam” terhadap seekor burung kesayangannya yang telah
mati. “Saya menggunakan balsam gosok yang ada di rumah,” kata anak
kedua dari pasangan Sudjianto (almarhum) dengan Siti Patmi itu.
Khoirul
berharap, dengan percobaannya itu, badan burung tersebut bisa awet dan
mengeras. Dengan semangat, ia pun melumuri seluruh tubuh burung
tersebut dengan balsam gosok. Sayangnya, hari demi hari berjalan, kata
anak petani ini, “Teknologi balsam itu tidak pernah berhasil.”
Penelitian
yang gagal total itu rupanya meletikkan gairah meneliti yang luar
biasa pada Khoirul. Itulah yang mengantarkan alumnus Jurusan Teknik
Elektro Institut Teknologi Bandung tersebut kini menjadi asisten
profesor di JAIST, Jepang.
5. Dr Warsito P. Taruno : Aku pulang ,, berjuang ,, dan aku menang
Dr Warsito P. Taruno, pendiri dan pemilik Edwar Technology.
Belasan Tahun belajar di luar negeri. Tanpa bantuan pemerintah, penelitian mereka berhasil di Tanah Air.
Robot
itu bernama Sona CT x001. robot yang dibekali dua lengan itu sedang
memindai tabung gas sepanjang 2 meter. Di bagian atas robot, layar
laptop menampilkan grafik hasil pemindaian. Selasa dua pekan lalu itu,
Sona—buatan Ctech Labs (Center for Tomography Research Laboratory) Edwar
Technology—sedang diuji coba. Alat ini sudah dipesan PT Citra Nusa
Gemilang, pemasok tabung gas bagi bus Transjakarta.
Perusahaan
migas Petronas, kata Warsito, tertarik kepada alat buatannya. Kini
mereka masih dalam tahap negosiasi harga dengan perusahaan raksasa milik
pemerintah Malaysia tersebut. Selain Sona, Edwar Technology mendapat
pesanan dari Departemen Energi Amerika Serikat. Nilai pesanan lumayan
besar, US$ 1 juta atau sekitar Rp 10 miliar.
Bahkan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pun memakai teknologi pemindai atau Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) temuan Warsito.
Bahkan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pun memakai teknologi pemindai atau Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) temuan Warsito.
ECVT
adalah satu-satunya teknologi yang mampu melakukan pemindaian dari
dalam dinding ke luar dinding seperti pada pesawat ulang-alik. Teknologi
ECVT bermula dari tugas akhir Warsito ketika menjadi mahasiswa S-1 di
Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia, Universitas Shizuoka, Jepang,
Tahun 1991. Ketika itu pria kelahiran Solo pada 1967 ini ingin membuat
teknologi yang mampu “melihat” tembus dinding reaktor yang terbuat dari
baja atau obyek yang opaque (tak tembus cahaya).
0 komentar:
Posting Komentar